HOME

Jumat, 15 Oktober 2010

SPIRIT OF LOVE

Love is a part of life, which can not be separated. Without love life has no value and is useless..

Love is a commitment. It is unique and belongs to every one. Love is a seed of responsibility. It make us concern about others and surounding without exception. We need passion and responsibility to perform the seed of love. Again, this becomes our responsibility.

It is given to perform love indeed, not the pity. It is a part of self support and discipline. Love is dynamic and beautiful.

To show real love, sometime we need to suffer. But, suffering could be an offering to God. This short video is prepared to be a contemplation for ones who need it.

God has created a usefull lesson for us, eventhough sometime we do not know it. For God loves us so much, so there isn’t a reason for us to be worried.



Words of contemplation :

Matthew 6 : 26
“Look at the birds: they do not plant seeds, gather a harvest and put it in barns; yet your Father in heaven takes care of them! Aren't you worth much more than birds ?”

( This expression is a way to express my thanks to Lord Jesus who added my age and responsibility.)

Minggu, 10 Oktober 2010

SEMANGAT KASIH SAYANG

Kasih sayang adalah bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan. Tanpanya kehidupan tak bernilai dan tak bermakna.

Kasih sayang adalah suatu komitmen. Dia menjadi milik bersama dan unik.
Kasih sayang adalah benih tanggung jawab. Dia menjadikan kita peduli tanpa kecuali. Perlu kesabaran dan tanggungjawab atas benih cinta kasih tersebut. Lagi-lagi tanggungjawab bersama.
Cinta kasih adalah bagian dari pemberian. Pemberian sebagai wujud kasih dan bukan karena kasihan. Dia bagian dari upaya kemandirian dan pendewasaan diri,
Kasih sayang adalah dinamika dan keindahan.

Mewujudkan kasih sayang mesti ada pengorbanan. Pengorbanan yang menjadi ucapan syukur
kepada Tuhan. Untuk itulah video pendek ini dibuat untuk menjadi perenungan bagi siapa saja yang memerlukannya. Tuhan telah menciptakan suatu pelajaran yang bermanfaat untuk kita, meski kadang kita tak menyadarinya.

Karena kasih sayang Tuhan, tak semestinya kita kuatir.



Ayat renungan :

Matius 6 : 26
" Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?"

( Ungkapan ini sebagai bagian terima kasih saya kepada Tuhan Yesus atas pertambahan umur dan tanggungjawab yang diberi. )

Selasa, 13 Juli 2010

SPIRIT OF UNITY IN DIVERSITY

After a long pause due to busy working on short video making about rabies , I was very inspired to expose the spirit of unity in diversity . This has been a real spirit shown by a group of ants that inhabited the mango tree in our yard .



Observing the beauty of the ants that look the same, though were different from each other , I was staggering. I was so amazed like watching a football team competing in the World Cup .

Interestingly , I did not see any fighting between the red ants in the food hauling toward the destiny . They communicated well each other . I even saw a single ant carrying a food alone , without any problem and it did not matter . It was ok. There was also two or three carrying their food. That was ok, too.

How wonderful it is when in solving a problem or accomplish a task , we can cooperate with each other without any demands or coercion . The most important , of course, is responsibility . None stayed still, all moved and took initiative to do the job . If one stoped for a moment , it was to communicate or coordinate . Truly, God created ants that gave us examples of good team work .

Proverbs 6 : 6-8

Lazy people should learn a lesson from the way ants live. They have no leader, chief, or ruler, but they store up their food during the summer, getting ready for winter.

SEMANGAT KEBERAGAMAN

Setelah cukup lama jeda karena kesibukan mengerjakan karya video pendek mengenai rabies, saya sangat terinspirasi untuk mengangkat semangat keberagaman dalam kebersamaan. Semangat ini telah nyata ditunjukkan oleh sekelompok semut pohon yang menghuni pohon mangga di pekarangan rumah kami.



Mengamati keindahan para semut yang nampak sama, padahal berbeda satu sama lain, sungguh mencengangkan. Saya jadi terkagum seperti menyaksikan suatu tim sepak bola yang berlaga di piala dunia.

Uniknya, saya tidak melihat adanya rebutan antar semut merah di dalam menggotong makanan menuju tujuan. Mereka saling berkomunikasi dengan baik. Bahkan saya melihat ada satu semut yang menggotong sendirian beban makanan kecil sesuai porsinya dan itu tidak masalah. Ok ok saja. Ada pula yang menggotong berdua atau bertiga. Itu pun ok ok pula.

Alangkah indahnya apabila di dalam menyelesaikan suatu persoalan atau tugas, kita dapat saling bekerjasama tanpa harus ada tuntutan atau paksaan. Yang terpenting, tentu tanggungjawab. Tak ada yang berdiam diri, semua bergerak dan berinisiatif mengerjakan tugasnya. Kalau toh berhenti sesaat, itu pun untuk berkomunikasi atau berkoordinasi. Sungguh Tuhan menciptakan semut yang memberi contoh team work yang baik.

Amsal 6 : 6 - 8

Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.



SPIRIT OF HOPE

Saturday afternoon , June 12th, 2010 , I was in the crowd watching the opening ceremony of Bali Art Festival 2010. This was a cultural event that not only attended by artists from all regions of Bali , but also attended by several delegations from other islands in Indonesia and some representatives from other countries .

As a Balinese , I admired this event. When the camera aimed at the attraction of Baris dancers , knights Bali, I could feel the powerfull spirit behind it . Agility , loyalty and triumph are three values that wrapped inside of the life's challenges .

However , there is one thing that can not be forgotten. It is a hope , even when only a small chance remains. A hope often makes people stay in an uncomfortable situation for a certain time while waiting for an answer. Then, faith , as the spiritual motivation , stays behind the expectation. Without faith, a hope was empty . In fact , good faith and good hope will be very meaningful in a work of love.

Values above, are universal and basically became a part of family traditions in achieving peace . This certainly has been widely shown by our parents and ancestors in achieving their goals.


This spirit should make us more excited again within reaching the ideals, which actually had been done already by our predecessors. So that, we just need to give thanks and pass them even better as we could.

Psalm 126 : 5
Let those who wept as they planted their crops, gather the harvest with joy!

Selasa, 15 Juni 2010

SEMANGAT PENGHARAPAN

Sabtu sore, 12 Juni 2010, saya berada di tengah kerumunan masa untuk turut menyaksikan pembukaan Pesta Kesenian Bali. Pesta ini merupakan pesta budaya yang tidak hanya diisi oleh seniman dari berbagai daerah di Bali, namun juga diisi oleh beberapa delegasi dari beberapa daerah di Indonesia dan bahkan beberapa dari utusan negara lain.

Selaku orang Bali, saya mengagumi kegiatan ini terutama semangatnya. Bahkan ketika kamera mengarah kepada atraksi penari Baris, para kesatria Bali, saya dapat merasakan bagaimana roh semangat di baliknya. Ketangkasan, kesetiaan dan kejayaan adalah tiga nilai yang seringkali dipertaruhkan di dalam menghadapi tantangan hidup.

Namun, ada satu hal yang tidak dapat dilupakan yaitu pengharapan, sekali pun ketika hanya tertinggal peluang yang kecil. Pengharapanlah yang seringkali membuat orang bertahan dalam situasi yang tidak nyaman untuk sementara waktu sambil menanti sebuah jawaban.
Iman, sebagai sikap percaya rohani, berada di balik pengharapan. Tanpa iman sebenarnya pengharapan itu kosong. Dan pada kenyataannya, baik iman dan pengharapan akan menjadi sangat berarti dalam suatu karya cinta kasih.

Nilai-nilai di atas, pada dasarnya bersifat universal dan menjadi bahagian tradisi-tradisi keluarga di dalam mencapai damai sejahtera. Hal ini tentu telah banyak ditunjukkan oleh para orangtua dan leluhur kita di dalam mencapai suatu tujuan.

Semangat ini sudah seharusnya membuat kita lebih bersemangat lagi di dalam meraih suatu cita-cita, yang sebenarnya sudah dikerjakan sebagian sebelumnya oleh pendahulu kita. Kita hanya perlu mensyukuri dan meneruskannya bahkan lebih baik lagi.

Mazmur 126 : 5
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.

Sabtu, 05 Juni 2010

ENDLESS SPIRIT

I thank God for giving me opportunity to pass my first 7 topics of life.

Now, I come with another 7 topics of spirit. Here is the first one :

"ENDLESS SPIRIT"




I was so surprised when I saw a Balinese Opa carrying some eggs on his hand on the street in Denpasar. He was so energic and still working by selling some eggs. I did not know whether he must do it for his family life or other reason.

Whatever the reason was, I grabbed my handycam immediately and videoed him. He struggled to cross the street and never gave up until God sent him someone to help.

I really appreciated his effort. He had taught me to have endless spirit.

Proverb 18:14
“Being cheerful helps when we are sick, but nothing helps when we give up.”


SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM

Saya berterima kasih kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan 7 topik pertama mengenai kehidupan.

Sekarang, saya datang dengan 7 topik mengenai semangat. Inilah topik pertama :

"SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM"



Saya terkejut ketika saya melihat seorang Kakek Bali membawa sejumlah telur ayam kampung di tangannya di jalan di Denpasar. Dia begitu bersemangat dan masih bekerja menjual telur. Saya tidak tahu apakah hal itu harus dia lakukan untuk keluarganya atau untuk suatu alasan yang lain.

Apapun alasannya, saya meraih handycam secepatnya dan mengambil gambarnya. Nampak dia berjuang untuk menyeberangi jalanan yang ramai dan tidak menyerah dengan keadaan, sampai akhirnya Tuhan mengirimkan seseorang.

Saya sungguh menghargai usahanya. Dia telah mengajari saya untuk memiliki semangat yang tak pernah padam.

Amsal 18
“Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?”

Jumat, 04 Juni 2010

WORDS OF LIFE

This photo was taken when I returned home from Singaraja, North Bali, went down the hillside road above the lake Buyan toward Pancasari. My heart was intrigued by a monkey who swiftly climbed up to the top of Joger unique sign. I did not know what he was "thinking" when he was looking at the sign that warned people not to throw away garbage carelessly.

Again, I learnt something from this monkey. It seemed that it was not quite powerful enough for the humans reminding people to protect the environment by not throwing garbage into the wrong place. We needed animals’ intervence. It seemed that the monkey was more concerned with this prohibition sign.


"IF YOU ARE NOT UNRESPECTED PEOPLE, DO NOT THROW AWAY YOUR RUBBISH UNEXPECTEDLY !"

The text above inspired me to dig up the deeper meaning.
I was startled. I found there were many things in our daily life could be more “smelly” and more “dangerous” than just garbage. They could be our words.

Some accidents were just caused by the wrong words that people said. Cursing and swearing might cause heartbreaking, anger and hopeless. So that, we should not speak carelessly and speak rubbish.

I could not believe the incident that happened several years ago. Nyoman, the young friend from Legian, suddenly came to me around 8 pm and asking for help.

I was taken to a pharmacy. When we arrived there, a mother and her daughter, the owner of the pharmacy, suddenly pointed at Nyoman and spoke out some bad words. Even accused Nyoman trying to be a hero. Then some impolite words directed to me.

"Why do you come here again ?" Cried out the mother.


I prayed in heart to ask God for wisdom to face the mother and her daughter's anger. I began my explanation after successfully interrupted. I said that I was Nyoman’s spiritual mentor. However, I have not finished yet with what I said, the mother, too, who claimed that she was a senior lecturer at one top faculty of famous university, blamed Nyoman as students who did not know her indeed.

"Look at them ! Those he wanted to protect ! They had been wrong ! "

I turned my head and found a young father sat down quietly on a bench, beside his wife holding her four- year-old daughter, who had fallen asleep. Nyoman has told me that the child had dropped a piece of metal apart from the broken scale when she was trying to step on. Pharmacy owner's daughter became angry and told her mother.

The father who knew his daughter was wrong, tried to apologize and wanted to replace the loss. He suggested that the scale should be sticked with a note mentioning it was broken. This made the mother so angry and assumed that he had insulted her dignity as a famous person. She asked for ID card and held it and she wanted to call the police. The incident occurred at 6 pm. So, for about two hours they were still there without being able to do anything. Apologies were not accepted.

I encouraged myself to represent them to apologize again. First, represented Nyoman who has been considered to be a hero for liberating the family. Secondly, for young families, who might have looked down the dignity of the pharmacy owners.

God helped. The owner did not stop grumbling when she handed back the ID card with harsh words. After receiving back the ID card, the family apologized again and then turned immediately leaving the pharmacy. The father thanked us with a painful tone. Then, we soon left the pharmacy, too.


Finally, I learnt that words of my mouth should be controlled wisely.


Ephesians 4:29 :
“ Do not use harmful words, but only helpful words, the kind that build up and provide what is needed, so that what you say will do good to those who hear you.”

Kamis, 03 Juni 2010

KATA-KATA KEHIDUPAN

Foto ini saya bidik ketika pulang dari Singaraja, Bali Utara, menuruni jalan tepi bukit di atas danau Buyan menuju Pancasari. Hati saya tergelitik oleh ulah seekor kera yang dengan sigap memanjat ke atas rambu unik Joger. Entah apa yang ia “pikirkan” tatkala memandang kepada tanda larangan membuang sampah sembarangan untuk orang sembarangan. Lagi-lagi saya belajar dari kera ini. Nampaknya tak cukup ampuh kalau manusia yang mengingatkan manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah seenaknya ke tepi jalan, sampai-sampai binatang perlu campur tangan. Seakan-akan kera lebih peduli terhadap tanda larangan ini.

“KALAU ANDA BUKAN ORANG SEMBARANGAN, JANGANLAH BUANG-BUANG SAMPAH SEMBARANGAN !”

Teks Joger tersebut membuat saya jadi kembali berdiam diri dan merenung menelisik makna yang lebih dalam lagi.

Saya pun tersentak. Ternyata dalam keseharian ada hal yang kita “buang sembarangan” yang lebih berbau dan lebih berbahaya daripada sampah. Hal itu, tak lain adalah “berkata sembarangan” atau asal ngomong.


Banyak kejadian yang memilukan bermula dari salah ucap atau kadang memang disengaja, sehingga menyinggung perasaan orang di sampingnya dan berbuah kemarahan, dendam serta sakit hati.
Tidak semestinya kita berkata-kata sembarangan, apalagi marah atau mengutuk apabila kita merasa hakikat kita bukan orang sembarangan.

Saya tak habis pikir dengan suatu kejadian beberapa tahun yang silam. Nyoman, teman pemuda dari Legian tiba-tiba mendatangi saya sekitar pukul 8 malam dengan nada kesal dan meminta saya untuk menolongnya.

Saya pun dibawa ke sebuah apotik. Setiba di apotik, seorang ibu dan anak gadisnya, ternyata si empunya apotik, mencak-mencak dan menuding Nyoman sambil berkata-kata kasar. Bahkan mengumpat Nyoman sok pahlawan. Umpatan pun kemudian diarahkan kepada saya.

“Apa urusan saudara ke mari ?” teriak ibu itu ke arah saya.

Saya berdoa dalam hati supaya saya diberi ketenangan dan hikmat untuk menghadapi keganasan mulut sang ibu dan anak. Saya pun mulai menjelaskan setelah berhasil menyela. Saya katakan bahwa saya adalah pembimbing rohani pemuda Nyoman. Namun, belum selesai saya berkata, ibu itu pun, yang mengaku dirinya seorang dosen senior di sebuah fakultas universitas ternama, mengumpat kembali Nyoman sebagai mahasiswa yang tidak tahu diri.

“Lihat itu ! Itu mereka yang dia mau bela ! Mereka itu sudah salah !”

Saya menoleh ke samping belakang dan mendapatkan seorang bapak muda duduk di bangku tertunduk diam di samping istri yang memangku anak seumur empat tahun yang tertidur pulas. Nyoman mengatakan kepada saya, bahwa anak bapak itu telah menjatuhkan bagian timbangan badan yang telah rusak ketika mencoba menaikinya. Putri pemilik apotik menjadi marah dan melaporkan kepada ibunya.

Sang bapak yang tahu anaknya salah, mencoba meminta maaf dan mau mengganti kerugian sambil mengingatkan supaya timbangan rusak itu diberi tulisan peringatan. Hal ini kontan membuat ibu semakin marah dan menganggap bapak itu telah menghina harga dirinya sebagai orang ternama. Dia meminta KTP dan menahannya serta mau melaporkan mereka ke polisi. Kejadian tersebut terjadi pukul 6 petang. Jadi selama kurang lebih 2 jam mereka sudah diam di situ tanpa bisa berbuat apa-apa. Meminta maaf pun tidak diterima.

Saya memberanikan diri untuk meminta maaf. Pertama, untuk Nyoman yang telah dianggap mau jadi pahlawan untuk membebaskan keluarga tadi. Saya pikir, mungkin tadi Nyoman telah berkata-kata dengan emosi mau membebaskan mereka yang tertindas. Kedua, untuk keluarga muda itu, yang mungkin telah dianggap bersalah menjatuhkan bagian timbangan badan dan menjatuhkan harkat pemilik apotik.

Saya yakin Tuhan menolong. Walau saya tak henti-hentinya menerima kemarahan sang bunda, saya pun merasa lega ketika ibu itu mengeluarkan KTP yang ditahan dan menyerahkannya kembali dengan ucapan kasar. Kami pun memandang keluarga itu bangkit, meminta maaf kembali,
walau tidak ditanggapi, menerima KTP dan kemudian berbalik segera meninggalkan apotik. Sang bapak sempat berucap terima kasih kepada kami dengan nada pedih. Kami pun segera ikut menyusul diiringi teriak kemarahan sang putri pemilik apotik seakan-akan kemasukan roh kebencian.

Saya tak habis pikir, hanya karena “kata-kata” orang yang merasa sangat “bermartabat” malah dinilai sebaliknya. Semestinya orang yang bermartabat bukanlah "orang sembarangan yang membuang sampah sembarangan". Ternyata, berkata-kata memaafkan memang tidak mudah.

Efesus 4 : 29 :
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”

Sabtu, 29 Mei 2010

MONEY OF LIFE

Several years ago I have suffered from back pain that made my back so crooked and I walked hard. I've gone to the hospital for relief effort but it was not satisfying me. I also went to another hospital and I still did not get the maximum result. Praying to God became my family first effort. We needed to be patience for waiting for the answer to our struggle.

Once Saturday around midnight, I woke up with the back pain. So, I prayed. I was not expecting to get a "vision". My right and left hands were moving toward my chest. It seemed they took out something from my heart several times. My mouth was unconsciously saying,


"Yes, Lord. Please remove the bitterness from my heart. I am willing to forgive those who have hurt me. "


Soon both of my hands moved towards my knees and untied transparent white bandages that winding around my both knees.
I immediately got out of bed. I knew I would be recovered. I tried to walk out to the living room, where we used to worship. I tried to look up and praised God with hymn “How Great Thou Art” :

O Lord my God ! When I in awesome wonder,

Consider all the works Thy hands have made

I see the stars, I hear the mighty thunder,
Thy pow’r throughout the universe displayed.


Chorus :

Then sings my soul, my saviour God to Thee;

How great Thou art, How great Thou art !

Then sings my soul, my saviour God to Thee;

How great Thou art, How great Thou art !


I sang several times because of the joy. Then I said,

"I will forget the one’s mistakes. I know he has repeatedly cheated me. God, I know three hundred thousand rupiah is really worthfull. It is an amount of money earned by the average workers for 15 days work with sweat and tears. I know that he could not return my money because of his poverty and dishonesty. "

I paused for a moment, and I was shown something. Then, I continued,

"Oh, Lord. Now, I bring his debt of three hundred thousand unto Thee. Let it be a fragrant offering before thee, O Lord. "

My heart was full of joy. I have been given a heavenly wisdom about how to resolve the question of my heart, especially about forgiving, since it was difficult. It was easier to apologize or to ask forgiveness.

After a few weeks, I was healed. God has sent my neighbor, who initially did not know I was sick, to provide some help, good information and even took me to a therapist. The treatment itself took place several times until I was fully recovered.


Since the incident, I have been sharing my life experiences to the friends who was hurt, anger and upset. It is wise if we can convert it into an offering to God through prayer with sincerity and joy. Although this is not always easy, but it's good for the following reason:


First, we will not recall it anymore because it have been offered to God. That means we do not hate him anymore.

Second, we will not keep the blessing for those who have hurt us, so he will have the opportunity to return to the right path. And please remember that we might ever hurt others.

Third, we will receive forgiveness and blessing from God, including healing and success.


The following verses are certainly worthfull for our consideration in making decision.

Matthew 18: 21-22

21 Peter came up to the Lord and asked, "How many times should I forgive someone who does something wrong to me? Is seven times enough?"22 Jesus answered: Not just seven times, but seventy-seven times.

Jumat, 28 Mei 2010

UANG KEHIDUPAN

Beberapa tahun yang lalu saya pernah menderita sakit punggung dan hampir berjalan bungkuk. Saya telah pergi ke rumah sakit untuk upaya penyembuhan. Tetapi tidak juga jelas penanganannya. Saya pun beralih ke rumah sakit yang lain dan tetap tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdoa kepada Tuhan adalah upaya yang selalu saya dan keluarga dahulukan. Perlu kesabaran untuk memperoleh jawaban atas suatu pergumulan.


Pada suatu hari Sabtu menjelang tengah malam, saya terbangun dari tidur dengan punggung meregang kesakitan. Saya pun berdoa. Saya tidak menduga akan mendapat “penglihatan”. Tangan kanan dan kiri saya bergerak ke arah dada dan sepertinya melakukan gerakan seolah-olah mengeluarkan sesuatu dari dalam hati dan terjadi beberapa kali. Mulut saya secara tak sadar berucap,


” Ya, Tuhan. keluarkan kepahitan-kepahitan yang ada dari dalam hati saya. Saya mau mengampuni orang yang telah melukai hati saya."

Tidak lama kemudian kedua tangan saya bergerak ke arah lutut dan melakukan gerakan seperti melepaskan ikatan yang melilit kedua lutut saya. Saya seperti melihat ada lilitan kain putih transparan mulai terlepas dari kaki saya.


Saya segera bangkit dari tempat tidur. Saya tahu saya akan sembuh. Saya mencoba berjalan keluar dengan tertatih dan agak bungkuk menuju ruang keluarga di mana kami biasa beribadah. Saya mencoba menengadah dan bernyanyi memuji Tuhan. Sebuah pujian dari Kidung Jemaat no 64.


Bila kulihat bintang gemerlapan dan bunyi guruh riuh kudengar,
Ya Tuhanku, tak putus aku heran melihat ciptaanMu yang besar.

Maka jiwaku pun memujiMu: “Sungguh besar Kau, Allahku!”
Maka jiwaku pun memujiMu: “Sungguh besar Kau, Allahku !”


Beberapa kali saya melagukannya karena sukacita hati saya dan sambil meneteskan air mata, saya berucap,


“Saya tidak akan mengingat kesalahan orang itu lagi Tuhan. Saya tahu dia telah berkali-kali menipu saya dan bahkan dalam keadaan saya kesulitan keuangan. Saya tahu apa arti uang tiga ratus ribu rupiah Tuhan. Jumlah uang yang diperoleh dengan keringat dan air mata selama 15 hari bagi orang kebanyakan. Saya tahu dia tidak sanggup mengembalikan hutang itu kepada saya karena kemiskinannya dan juga karena ketidakjujurannya.”

Saya diam sesaat dan seperti diperlihatkan sesuatu. Dan saya pun meneruskan,


“Baik, Tuhan. Hutang dia kepada saya sebesar tiga ratus ribu rupiah, saya persembahkan kepada Engkau. Biarlah itu menjadi persembahan yang harum di hadapan Engkau, ya Tuhan.”


Hati saya penuh sukacita. Saya telah diberi hikmat surgawi mengenai cara menyelesaikan persoalan hati saya. Terutama mengenai mengampuni, karena ini termasuk susah. Lebih mudah kita meminta maaf atau meminta ampun meski tidak ditanggapi. Hal itu masih lebih baik, karena kita telah berupaya dan Tuhan tentulah mengetahui situasi yang terjadi.


Selang beberapa minggu, saya mengalami kesembuhan. Hal ini berkat Tuhan yang memakai tetangga saya, yang semula tidak tahu saya sakit, telah memberikan pertolongan, baik informasi maupun bahkan mengajak saya kepada seorang terapis medis mengenai sakit saya. Pengobatannya sendiri berlangsung beberapa kali sampai saya benar-benar pulih dan bisa kembali berjalan tegak.


Sejak kejadian itu, saya membagikan pengalaman hidup saya untuk teman-teman yang sakit hati, memendam amarah dan tentu termasuk yang kesal karena dipinjami uang dan sulit ditagih. Adalah bijaksana kalau kemudian kita ubahkan itu menjadi persembahan kepada Tuhan melalui doa dengan kesungguhan hati dan sukacita. Walau ini tidak selalu mudah, namun ini baik karena alasan berikut :

Pertama, kita tidak akan mempersoalkannya lagi karena itu sudah dipersembahkan kepada Tuhan. Artinya, kita tidak membencinya lagi.


Kedua, kita tidak akan menahan berkat bagi orang yang telah melukai hati kita, sehingga ia pun akan memiliki kesempatan berbalik kepada jalan yang benar. Dan ingat, kita pun pernah bersalah kepada orang lain.


Ketiga, kita akan mendapat berkat pengampunan dari Tuhan dan berbagai berkat yang lain termasuk kesembuhan dan keberhasilan dalam usaha.


Nats berikut ini tentulah patut menjadi dasar pertimbangan kita.
Matius 18 : 21-22

21 Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"
22 Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

Rabu, 26 Mei 2010

MOUSE OF LIFE

My heart was stirred by a memory of the past about a mouse. Yeah, a mouse. I therefore made the title of this article "Mouse of Life", following the title of "Gecko of Life" in the previous article. It was because of "the mouse" or "the gecko" had taught me about the value of life. It was also to answer a question from Vukas Jelena, Holland, to me on Facebook.

Mouse is a clever rodent. That was shown in the series of "Micky Mouse" created by Walt Disney, which became one of the most stunning films. The producer has been successfull in creating its image as one of the famous animals.

However, its cleverness was also often interpreted negatively. In my country, mice were always featured as " the most responsible animals " for corruption that occurred in various places. In the media, a corruptor was portrayed as a human with mouse’ head-and tail.


A mouse for me was a beast that often sneaks into the kitchen to steal food. However, the mouse in the following story was a poor mouse who taught me the meaning of life.


One Friday night, around eleven o'clock pm, I was reading alone in the living room, while my wife and kids were asleep. I tried to read in order to overcome anxiety of my heart about the problem I faced.
As an activist of a board of social-religious organization, I was called to participate in directing the programme better. I could not ignore and let the leader to be selfish and authoritarian. But in reality, the various efforts that I have tried to do finally were considered disturbing the comfort of the leader. Other friends had run out of words long ago and chose to be silent. Actually, I persisted because what I did was right.

By midnight, my heart could not stand, too and I must make a decision. I also prayed and expressed the entire contents of my heart to the Lord for giving me the confidence to carry out the task. I closed my prayer with,

"Oh God, let me also for not questioning the attitude and actions of my leader who has acted without restraint. Forgive me of my weaknesses. Amen. "


After praying I felt relieved because I had decided not to say anything anymore about my leader. I also continued reading. But not so long then, I heard "KETOMBRENG" and "BYURRR !"

I turned toward the sound.
"Oooff !" A mouse has dropped the empty bucket then fell into the well through a small hole on the lid of the well. I just smiled because it was not usuall a smart mouse fell into the well.

I did not react to do anything. I thought it could save itself because it was its own mistake.
But then I realized that the mouse fell into the water of " daily life" of my family. Water for drinking, washing and bathing water, etc.. was all from there. This could cause health problems and I had no choice.

I immediately took a flash and opened the lid of the well. I saw a big mouse swimming back and forth five yards down there, in the well of one meter in diameter and contained approximately two cubic meters of water. I waited to see if it could be able to climb up the wall. Apparently, it could not.

I was soon getting a piece of rope, held it out so it could climb up. It attempted to climb up the rope, but when it was almost close to my hand, it was startled and jumped but fell again. I was hopeless because it did not want to be helped. Then, I pulled the rope while watching it sank slowly. Never mind ! It would float anyway.

Apparently, my assumption was wrong. It drowned and did not reappear. I was annoyed and blaming myself for why I did not help it seriously. Why I did not lower the bucket. I could not sleep well because waiting for the morning.


Early morning I woke up and forbade all to use the water from the well. Then I also asked my neighbors to help emptying the well manually, beside using the electric water pump, so that the water that gushed from the springs could be overcome.
Dead mouse was found and the well could be emptied and cleaned in about two hours. Then the new fresh well water was given chlorine immediately. After one day the water could be used again. It's complicated !

In the evening, I continued my prayer to God to beg forgiveness. I remembered saying,

"Thank you Lord because you have reminded me of the risks I faced. The fall of a mouse into the well have caused its death and misery for me, for family and neighbors. God, I'm not going to stop giving advice to my leader as long as I can and please give me strength. I realize that if I let my leader fall, many people will be in trouble,too. "

I also remembered the verse below. I was soon asleep from exhaustion.

James 4: 17
" If you don't do what you know is right, you have sinned.”

Selasa, 25 Mei 2010

TIKUS KEHIDUPAN

Hati saya terusik oleh kenangan masa lalu mengenai seekor tikus. Yaa, seekor tikus. Oleh karenanya saya menjadikan judul artikel kali ini “Tikus Kehidupan”, meniru judul “Tokek Kehidupan” pada artikel sebelumnya. Alasan saya memberi judul demikian adalah karena “si tikus”maupun “si tokek” inilah yang telah mengajarkan saya tentang suatu nilai kehidupan. Hal ini juga untuk menjawab pertanyaan saudari Jelena Vukas dari Belanda kepada saya di Facebook.

Tikus adalah binatang pengerat yang cerdik. Tak salah kalau “Micky Mouse” karya Walt Disney menjadi salah satu serial karya film yang memukau. Sang produser telah berhasil mengangkat citranya sebagai salah satu binatang yang terkenal.

Namun, kecerdikannya juga seringkali diartikan negatif. Di negeri saya dia selalu ditokohkan sebagai “binatang yang paling bertanggung jawab” atas korupsi yang terjadi di berbagai tempat. Di media, para koruptor digambarkan sebagai manusia berkepala dan berekor tikus.

Tikus buat saya adalah binatang yang seringkali menyelinap masuk ke dapur mencuri makanan. Tapi, tikus dalam kisah berikut ini adalah tikus malang yang mengajari saya suatu makna kehidupan.

Suatu Jumat malam, sekitar pukul sebelas malam, saya berada sendirian di ruang keluarga sedang membaca, sementara istri dan anak-anak sudah tidur. Saya mencoba membaca untuk mengatasi kegelisahan hati saya mengenai masalah yang saya hadapi.

Sebagai aktivis pengurus kegiatan organisasi religius sosial, saya merasa terpanggil untuk ikut mengarahkan dan menggerakkan kegiatan ke arah yang lebih baik. Saya tidak bisa cuek dan membiarkan sang pemimpin bertindak semaunya. Tetapi kenyataannya, berbagai upaya yang saya coba lakukan pada akhirnya dianggap mengganggu kenyamanan sang pemimpin organisasi. Teman-teman lain bahkan sudah jauh-jauh hari kehabisan kata dan memilih diam. Sebenarnya saya termasuk yang masih bertahan karna apa yang saya lakukan merupakan amanah atas panggilan saya.

Menjelang tengah malam, hati saya tidak tahan juga dan saya harus mengambil keputusan. Saya pun berdoa dan mengungkapkan segenap isi hati kepada Tuhan yang telah memberi saya sebuah kepercayaan untuk mengemban tugas tersebut. Saya menutup doa saya dengan, “Ya Tuhan, biarkanlah saya juga turut untuk tidak mempermasalahkan sikap dan tindakan pemimpin saya yang bertindak semaunya. Ampunilah saya atas kelemahan saya ini. Amin.”

Setelah berdoa saya merasa lega karena sudah memutuskan untuk tidak berkata-kata lagi soal pemimpin saya. Saya pun melanjutkan membaca. Tapi selang tak berapa lama terdengar “KETOMBRENG” dan “BYURRR !” Saya menoleh ke arah asal suara.

“Ya ampun !” Ternyata seekor tikus salah loncat dan menjatuhkan ember kosong sebelum terperosok jatuh ke dalam sumur melalui lubang kecil pada penutup sumur. Sesaat saya tersenyum geli karna tak biasanya tikus pintar jatuh ke dalam sumur. Saya tidak bereaksi apa-apa karena saya pikir dia bisa menyelamatkan diri sendiri dan hal itu pantas buat kesalahannya sendiri.

Tapi kemudian saya saya baru sadar kalau ia jatuh ke air sumur “kehidupan” keluarga saya sehari-hari. Air minum, air cuci dan mandi, dll. semua dari sana. Ini masalah kesehatan dan saya tidak punya pilihan. Saya segera mengambil lampu senter dan membuka tutup sumur untuk melihatnya. Saya menyaksikan tikus besar berenang kian ke mari lima meter di bawah sana, di dalam sumur berdiameter 1 meter dan berisi air sekitar 2 meter kubik. Saya menunggu apakah dia akan bisa menaiki dinding sumur. Ternyata tidak.

Saya segera mengusahakan seutas tali, mengulurkannya supaya ia bisa menaikinya. Ia berusaha untuk menaiki tali, namun ketika ia hampir mendekati tangan saya, ia terkejut dan meloncat namun jatuh lagi. Saya putus asa karna ia tak mau ditolong dengan tali. Saya pun menarik tali sementara menyaksikannya tenggelam perlahan. Tak apalah, toh dia akan terapung.


Ternyata dugaan saya salah. Tikus tenggelam dan tidak muncul lagi. Saya kesal menyalahkan diri sendiri mengapa saya tidak menolongnya secara maksimal. Mengapa tidak menurunkan ember. Saya tidak dapat tidur dengan pulas karna menanti hari segera pagi.

Pagi-pagi benar saya bangun dan melarang seisi rumah memakai air sumur. Kemudian saya juga meminta bantuan tetangga untuk menolong saya menguras air sumur secara manual di samping memakai mesin air, sehingga air yang menyembur dari mata air dapat diatasi.
Tikus mati pun ditemukan dan sumur dapat dikosongkan sekitar dua jam-an. Air sumur segera diberi kaporit dan dibiarkan seharian sebelum digunakan lagi. Sungguh ribet !

Malam harinya, saya meneruskan doa saya untuk memohon pengampunan kepada Tuhan. Saya ingat berucap,”Terima kasih Tuhan karna Engkau telah mengingatkan saya akan resiko yang saya hadapi. Kejatuhan seekor tikus ke sumur telah menyebabkan kematiannya dan kesusahan buat saya, keluarga dan tetangga. Tuhan, saya tidak akan berhenti memberi saran kepada pemimpin saya selagi saya bisa dan mohon beri saya kekuatan. Saya menyadari kalau pemimpin saya jatuh, maka banyak orang yang akan berkesusahan.” Saya pun teringat nats di bawah ini. Saya segera tidur karena kelelahan.

Yakobus 4 : 17
“ Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”

Minggu, 23 Mei 2010

STAIRS OF LIFE

I thank God today because of the opportunity that He gave me to speak to the young people of church GKI in Renon, Denpasar with the topic of "1 - 2 - 3 Action! " I also have to thank some friends and visitors of this blog, including to whom gave comments on my Facebook and to some that I met out there. I was encoraged to continue writing the “fourth life".

“Gecko of Life” has attracted many comments. I won’t forget the incident. My friend Anita from Melbourne, Australia, actually reminded me of the possibility of "mistake" when the young gecko preying on a mosquitoe that existed next to the bee. She insisted that there must be challenges in achieving the objectives.

Relating to the mistakes, I was reminded of the conversation with my children. When I was asking them to convey their desires, suddenly one of them was just silent and did not want to express them because there would not be nothing. Then, I found out that it was one form of protest on my mistakes as a father who might only give the words of hope and could not fulfill their wishes. I was rejected for a moment.

In the helpless moment as a parent, there were tears rolling down my cheeks, I felt that I was been showering the words of wisdom from the sky. I even dared to tell the truth without wanting to defend myself.

I told them that I had experienced the same. Once I was annoyed by my father and it was hard for me to tackle it until my mother reminded me that when I became like them, be a parent , I would understand. I remembered the time when I protested asking a motorcycle. There was only one old motorcycle for being used by a family of five sons and one doughter and we must use it in turn. My father advised me, as the fourth son, to quit my high school and go to Ubud – art center of Bali -- for getting a job, so then I could buy a motorcycle finally. My father and my mother knew my talent of art very well. Then my father asked me, "Do you want your dad to work from morning till morning?"

My children were silent. I went on saying my words. Now, I could understand what my mother saying. Then, I told them that I only had two choices.

First, I could not choose. I could not choose, for instance : ”not to be born in a poor family”, or “born in a big family”.

Second, I could choose. I could choose, for instance : “buying some foods that I wanted if I had some money”, or “taking my wife and children for shopping when they liked and we had some money”.

So, whenever we can choose, choose the best ones ! Including the choice of the best of the worst ones. However, if there is no choice, stop blaming ourselves or blaming other people including our parents. Give thanks ! They surely had no choice,too and had coped with the hard situation for giving us the best.

Finally, I told my children, "By the grace of God, grandfathers and grandmothers with others who helped, has made for us two or three steps or even more, so we can go up. Then by the grace of God, with others, too, we could add some more steps, as where we are now. Then, it is your task to continue to add some more steps to the stairs of life that we have with your choices. This is the real life stairs. I found out the following verse is true.

Deuteronomy 5: 16
" 'Respect your father and your mother, as I, the LORD your God, command you, so that all may go well with you and so that you may live a long time in the land that I am giving you. "

Sabtu, 22 Mei 2010

TANGGA KEHIDUPAN


Saya bersyukur kepada Tuhan hari ini karena kesempatan yang Dia berikan untuk berbicara di depan pemuda GKI di Renon dengan topik “ 1 – 2 – 3 Action ! “ Saya juga mesti berterima kasih kepada teman-teman serta pengunjung blog ini, termasuk untuk yang memberi komentar di Facebook dan pada waktu berjumpa di luar sana. Saya terdorong untuk meneruskan tema keempat “kehidupan” malam ini.

Tokek Kehidupan telah mengundang banyak komentar. Saya pun tidak akan melupakan kejadian tersebut. Teman saya Anita dari Melbourne, Australia, malah mengingatkan saya akan kemungkinan “kesalahan” tokek pada waktu hendak memangsa nyamuk yang ada di samping tawon. Dia menegaskan pastilah ada tantangan-tantangan di dalam mencapai tujuan.

Menyinggung hal kesalahan, saya teringat akan percakapan dengan anak-anak saya. Ketika mereka saya minta untuk menyampaikan keinginannya, tiba-tiba salah satu dari mereka hanya terdiam kesal dan tak mau mengungkapkannya karna toh tidak akan ada apa-apanya. Saya kemudian menjadi sadar kalau itu merupakan salah satu bentuk protes atas kesalahan saya selaku ayah yang mungkin hanya bisa memberi kata-kata harapan dan tidak bisa memenuhi kerinduan hatinya. Saya terpojok sesaat.

Dalam ketidakberdayaan selaku orangtua atas keinginan tersebut, sepertinya ada air mata menetes di pipi, saya merasa mendapat hikmat kata-kata dicurahkan dari langit. Saya pun memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya tanpa ingin membela diri.

Saya katakan kepada mereka bahwa saya pernah seperti mereka, kesal terutama kepada ayah sampai-sampai ibu saya mengingatkan saya bahwa kapan saya menjadi seperti mereka, menjadi orangtua maksudnya, saya baru akan mengerti. Saya ingat betul akan kejadian saya protes minta sepeda motor, mengingat kami lelaki berlima plus si cantik terkecil hanya punya satu sepeda motor tua dan itu pun berebutan memakainya. Saya, selaku anak keempat, dinasihati ayah untuk berhenti sekolah sma dan akan dikirim ke Ubud untuk bekerja supaya saya bisa beli sepeda motor. Ayah dan ibu tahu betul bakat seni gambar saya. Yang lebih saya ingat lagi, ayah bertanya kepada saya,”Apakah kamu mau ayahmu bekerja dari pagi sampai pagi ?”

Anak-anak saya terdiam. Saya meneruskan ucapan saya. Sekarang saya mengerti apa arti ucapan ibu saya. Saya katakan kepada mereka bahwa saya hanya memiliki dua pilihan.


Pertama, saya tidak bisa memilih. Saya tidak bisa memilih untuk tidak dilahirkan di keluarga pas-pasan, atau lahir dengan saudara banyak dan sebagainya.

Kedua saya bisa memilih. Saya bisa memilih makanan kesukaan yang hendak dibeli kalau punya uang, atau mengajak anak-anak dan istri jalan-jalan kalau mereka suka dan memungkinkan.

Jadi, semasih bisa memilih, sebisanya pilihlah yang terbaik ! Termasuk pilihan yang terbaik dari yang terjelek. Namun, apabila tidak ada pilihan, berhentilah menyalahkan, apalagi menyalahkan oranglain termasuk orangtua kita. Mengucap syukurlah karena mereka pastilah tidak punya pilihan dan sudah berupaya dengan usaha terbaik untuk kita.

Terakhir saya katakan kepada anak-anak saya,”Atas anugerah Tuhan, kakek dan nenekmu, serta banyak orang lain yang telah menolong, sudah membuatkan kami dua, tiga tangga bahkan lebih, sehingga kami bisa naik. Kemudian atas anugerah Tuhan, serta banyak orang lain yang telah menolong, kami meneruskannya beberapa anak tangga lagi sehingga kita berada pada tangga kehidupan seperti sekarang ini. Tugasmulah, apabila kami tak sanggup lagi, untuk meneruskan pilihanmu. Inilah tangga kehidupan sesungguhnya. Nats berikut benar adanya.

Ulangan 5 : 16
16 Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”

Kamis, 20 Mei 2010

GECKO OF LIFE


One morning in April, I was awakened by the cries of my child called my name several times. I went out and got my son laughing, looking at the floor. I found out what happened.


A young gecko just fell from the ceiling along with a bee. I paused to reflect on what the meaning of all this. And I did not waste this rare opportunity. I immediately took the camera and could snapped only two shots. One of them was blur because the gecko ran away suddenly.


It seemed that the young gecko has chosen wrong prey. It was too ambitious with large prey without thinking about the risks carefully. It was too quick grab and "maknyos"! It was stung. I've been stung by a bee, so I knew how about the pain that must be experienced by the gecko who has no experience yet. Plus another added pain when he fell to the floor. Certainly the gecko could not move about five minutes before the escape. Bee has died because it was trapped in gecko’s mouth, fell on the floor and lost its sting.


I think to achieve a dream in our life is a struggle. Do not think every thing can be instant ! Do not be careless ! Do not be greedy and loose controll ! Try to be grateful while learning to interpret small things that we could earn. Do not worry because the big dream surely will come when God allows it. I learnt it from the following verse:

Matthew 6 : 34
So do not worry about tomorrow; it will have enough worries of its own. There is no need to add to the troubles each day brings.

TOKEK KEHIDUPAN


Suatu pagi di bulan April yang lalu, saya terbangun oleh teriakan anak saya memanggil nama saya beberapa kali. Sepontan saya keluar dan mendapatkan anak saya tertawa sambil memandang ke lantai. Saya mencari tahu apa yang terjadi.


Ternyata seekor tokek muda baru saja jatuh dari langit-langit rumah bersamaan dengan seekor tawon. Saya diam sejenak untuk merenungkan apa makna semua ini. Dan saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan langka ini. Saya segera mengambil kamera dan hanya dapat dua bidikan. Salah satunya kabur karna tokek keburu ngacir.


Rupanya, si tokek muda telah salah memilih mangsa. Bisa jadi ia terlalu ambisius dengan mangsa yang besar tanpa memikirkan resiko dengan seksama. Pokoknya asal tangkap dan “maknyos” ! Ia pun tersengat. Saya yang pernah disengat tawon tahu bagaimana kira-kira rasa sakit yang mesti dialami oleh si tokek yang belum pengalaman. Belum lagi lagi ditambah rasa sakit ketika jatuh ke lantai. Yang jelas si tokek tak bergerak kira-kira lima menitan sebelum kabur. Tawon mati karena sempat terjepit di mulut tokek di samping kehilangan sengat.


Saya pikir hidup meraih impian adalah perjuangan. Namun, jangan asal instan, apalagi ceroboh. Jangan karena loba kita lupa diri. Syukuri yang kecil sambil belajar memaknainya. Jangan kuatir karna yang besar pastilah akan tiba waktunya bila Tuhan mengizinkannya, seperti petunjuk nats berikut :


Matius 6 : 34
"Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

Selasa, 18 Mei 2010

TREE OF LIFE


A few weeks ago, when I exited the house yard, I found a "tree of life." It was sitting among the rocks in a tattered sack leaning against the wall and I did not know where it came from. I then took the camera and snapped some pictures while asking myself:

• Why is it so dared to grow in such risky places?
• Does it not know if the coral is needed, it may not be able to live longer?
• Or does it have any hope of a good man to move it to a good place?

I thought I was worrying about the existence of this small tree. This was probably because I remembered my past which was also often in uncomfortable positions like that. I wanted to get out from the existing problems immediately, although it was not easy sometime and helpless. Even though there was an effort to come out, it was not enough. I needed other hands to help me to move to the right place.

It seems to me that I am better than the tree of life, so there is no reason for me not to thank God for every gift and thanking family, friends and people whom I met who made my life meaningful. Similarly to the little tree that reminds me to be grateful and not to worry about things that do not have to be worried about. The following message reminds me day by day.

Matthew 6th: 27-30:

27 Can any of you live a bit longer by worrying about it?
28 "And why worry about clothes? Look how the wild flowers grow: they do not work or make clothes for themselves.
29 But I tell you that not even King Solomon with all his wealth had clothes as beautiful as one of these flowers.
30 It is God who clothes the wild grass--grass that is here today and gone tomorrow, burned up in the oven. Won't he be all the more sure to clothe you? What little faith you have!

POHON KEHIDUPAN


Beberapa minggu yang lalu, ketika saya keluar halaman rumah, saya menemukan "sebatang pohon kehidupan". Ia teronggok di antara bebatuan di dalam karung usang yang bersandar di tembok pagar dan tidak tahu dari mana asalnya. Saya lantas mengambil kamera dan membidiknya sambil bertanya kepada diri sendiri :


  • Mengapa ia begitu berani tumbuh di tempat yang beresiko seperti itu ?

  • Apakah ia tidak tahu apabila koral itu diperlukan, ia belum tentu bisa hidup lagi ?

  • Ataukah ia memiliki pengharapan akan adanya orang yang baik hati untuk memindahkannya ke tempat yang baik ?

Ternyata saya mengkuatirkan keberadaan pohon kecil ini. Hal ini mungkin karna saya mengingat masa lalu saya yang juga sering berada di posisi yang tidak nyaman seperti itu. Ingin rasanya cepat-cepat keluar dari persoalan yang ada, walaupun kadak tidak mudah dan tidak berdaya. Sekali pun ada usaha diri, tapi pertolongan tangan lainlah yang mesti memindahkan kita.


Nampaknya saya lebih baik dari pohon kehidupan itu sehingga tidak ada alasan untuk saya untuk tidak bersyukur kepada Tuhan atas segala pemberiannya dan berterima kasih kepada keluarga, sahabat dan orang-orang saya jumpai yang memberi arti sendiri bagi kehidupan saya. Begitu pula kepada pohon kecil tadi yang mengingatkan saya untuk bersyukur dan tidak kuatir untuk hal-hal yang tidak perlu dikuatirkan. Pesan berikut ini sangat mengingatkan saya.

Matius 6 : 27 – 30 :

27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?
28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,
29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?

RIVER OF LIFE


Now I understand what the dream is. Dream is something beautiful in imagination, but full of obstacles and challenges in reality. Dreams are often not easy to achieve because there are just things that slow them down. I recently crossed the river Ho, which is quite wide, rocky and sometimes fast-flowing watercourse, which separates Ngis village with Rejasa village in Tabanan - Bali. I was reminded of the past.

As a child I often crossed that river with my mother, who always guided me with one hand when he had to walk across a stone that had a slippery surface, or sometimes below the surface of water. For me this was not always easy, especially because I was born and raised in the city of Denpasar. Of course, I sometimes slip and had even been carried away. Fortunately, my mother was so mighty. She would help me in time and did not let me brought by the water flow. She was brave, I thought it was because she was born and raised in the village, so she knows very well the challenges in the village including the crossing the river. In wet conditions, she usually would tell me to stand a moment in the dry stone and looked at the place where I was slip. Then we would continue to cross the river carefully.

Today, that experience is very meaningful. Dreams or ideas can not immediately be reached. There are a variety of stones, whether large or small, dry or wet, rough or smooth, which should be passed. It is like a journey of life, jobs, services and others that we have been, and we live in. If you fall, do not be drawn in sadness, come out of it to the place where you can stand for a moment, which is a break to understand the lesson from the last fall and be ready to take risks to move forward immediately as a winner. Often we are not assertive and linger in the struggles and often rely on our own strength. It was exhausting and a waste of time eventually. Often we end up forgetting the original ideas.

The following passage really soothing my heart and gives firmly hope.

Matthew 11: 28-30:

"Come to me, all of you who are tired from carrying heavy loads, and I will give you rest. Take my yoke and put it on you, and learn from me, because I am gentle and humble in spirit; and you will find rest. For the yoke I will give you is easy, and the load I will put on you is light."

Jesus has lifted me from the fall many times. They were good lessons for me, so I can get out of the darkness into the light of the life. For that I give thanks and this blog is dedicated to it based on the actual experiences.

Shalom,
Pica Turker

Rabu, 05 Mei 2010

SUNGAI KEHIDUPAN

Sekarang saya baru mengerti apa itu impian. Impian adalah sesuatu yang indah dalam angan-angan, namun penuh rintangan dan tantangan pada kenyataannya. Impian seringkali tidak mudah untuk dicapai karena ada saja hal-hal yang menghambatnya. Saya baru-baru ini menyeberangi sungai Ho yang cukup lebar, berbatu dan kadang berarus deras, yang memisahkan dusun Ngis dengan desa Rejasa di kabupaten Tabanan - Bali. Saya jadi teringat masa lalu.

Semasa kecil saya seringkali menyeberanginya bersama ibu yang selalu dengan yakin menuntun saya dengan satu tangan tatkala harus berjalan melintasi beberapa batu kali yang memiliki permukaan agak licin dan kadang berada di bawah permukaan air. Buat saya hal ini tidaklah selalu mudah, terlebih lagi karna saya lahir dan besar di kota Denpasar. Tentu saja saya seringkali tergelincir dan bahkan pernah terhanyut. Untung saja ibu saya ibu yang perkasa. Dia dengan sigap akan menolong saya dan tak dibiarkannya saya berlama-lama dibawa arus air. Bisa jadi kegigihannya karna dia lahir dan besar di desa sehingga dia mengenal betul tantangan di desa termasuk sungainya. Dalam keadaan basah kuyup, dia biasanya akan menyuruh saya untuk berdiri sesaat di batu kering sambil mengamati tempat saya terhelincir. Apabila badan sudah tak basah lagi, maka kami pun akan melanjutkan menyeberangi sungai dengan hati-hati.


Hari ini, pengalaman itu sangat berarti. Impian atau cita-cita tidaklah langsung dapat digapai. Ada berbagai batu, baik besar atau kecil, kering atau basah, kasar atau halus, yang harus dilalui. Hal itu tak lebih seperti keadaan kehidupan, pekerjaan, pelayanan dan lain-lain yang kita sudah dan sedang kita jalani. Kalau jatuh, janganlah berlama-lama dalam kesedihan, ayo keluar darinya ke tempat pijakan di mana kita sesaat dapat merenungkan hikmah kejatuhan tadi dan segera ambil resiko untuk maju bak pemenang. Seringkali kita tidak tegas dan berlama-lama dalam pergumulan dan sering menyandarkan diri pada kekuatan sendiri. Sungguh melelahkan dan buang-buang waktu akhirnya. Seringkali akhirnya kita lupa akan cita-cita semula.


Nats berikut sungguh terasa menyejukkan hati saya dan memberi pengharapan yang teguh.

Matius 11 : 28 – 30 :

28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan."

Yesus telah mengangkat saya berkali-kali dari kejatuhan dan menjadikannya pelajaran yang baik untuk saya, sehingga saya dapat keluar dari kegelapan menuju hidup terang yang penuh kasih. Untuk itu saya mengucap syukur dan blog ini didedikasikan untuk itu berdasarkan pengalaman nyata.

Syalom,
Pica Turker