HOME

Selasa, 15 Juni 2010

SEMANGAT PENGHARAPAN

Sabtu sore, 12 Juni 2010, saya berada di tengah kerumunan masa untuk turut menyaksikan pembukaan Pesta Kesenian Bali. Pesta ini merupakan pesta budaya yang tidak hanya diisi oleh seniman dari berbagai daerah di Bali, namun juga diisi oleh beberapa delegasi dari beberapa daerah di Indonesia dan bahkan beberapa dari utusan negara lain.

Selaku orang Bali, saya mengagumi kegiatan ini terutama semangatnya. Bahkan ketika kamera mengarah kepada atraksi penari Baris, para kesatria Bali, saya dapat merasakan bagaimana roh semangat di baliknya. Ketangkasan, kesetiaan dan kejayaan adalah tiga nilai yang seringkali dipertaruhkan di dalam menghadapi tantangan hidup.

Namun, ada satu hal yang tidak dapat dilupakan yaitu pengharapan, sekali pun ketika hanya tertinggal peluang yang kecil. Pengharapanlah yang seringkali membuat orang bertahan dalam situasi yang tidak nyaman untuk sementara waktu sambil menanti sebuah jawaban.
Iman, sebagai sikap percaya rohani, berada di balik pengharapan. Tanpa iman sebenarnya pengharapan itu kosong. Dan pada kenyataannya, baik iman dan pengharapan akan menjadi sangat berarti dalam suatu karya cinta kasih.

Nilai-nilai di atas, pada dasarnya bersifat universal dan menjadi bahagian tradisi-tradisi keluarga di dalam mencapai damai sejahtera. Hal ini tentu telah banyak ditunjukkan oleh para orangtua dan leluhur kita di dalam mencapai suatu tujuan.

Semangat ini sudah seharusnya membuat kita lebih bersemangat lagi di dalam meraih suatu cita-cita, yang sebenarnya sudah dikerjakan sebagian sebelumnya oleh pendahulu kita. Kita hanya perlu mensyukuri dan meneruskannya bahkan lebih baik lagi.

Mazmur 126 : 5
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.

Sabtu, 05 Juni 2010

ENDLESS SPIRIT

I thank God for giving me opportunity to pass my first 7 topics of life.

Now, I come with another 7 topics of spirit. Here is the first one :

"ENDLESS SPIRIT"




I was so surprised when I saw a Balinese Opa carrying some eggs on his hand on the street in Denpasar. He was so energic and still working by selling some eggs. I did not know whether he must do it for his family life or other reason.

Whatever the reason was, I grabbed my handycam immediately and videoed him. He struggled to cross the street and never gave up until God sent him someone to help.

I really appreciated his effort. He had taught me to have endless spirit.

Proverb 18:14
“Being cheerful helps when we are sick, but nothing helps when we give up.”


SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM

Saya berterima kasih kepada Tuhan karena telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan 7 topik pertama mengenai kehidupan.

Sekarang, saya datang dengan 7 topik mengenai semangat. Inilah topik pertama :

"SEMANGAT YANG TAK PERNAH PADAM"



Saya terkejut ketika saya melihat seorang Kakek Bali membawa sejumlah telur ayam kampung di tangannya di jalan di Denpasar. Dia begitu bersemangat dan masih bekerja menjual telur. Saya tidak tahu apakah hal itu harus dia lakukan untuk keluarganya atau untuk suatu alasan yang lain.

Apapun alasannya, saya meraih handycam secepatnya dan mengambil gambarnya. Nampak dia berjuang untuk menyeberangi jalanan yang ramai dan tidak menyerah dengan keadaan, sampai akhirnya Tuhan mengirimkan seseorang.

Saya sungguh menghargai usahanya. Dia telah mengajari saya untuk memiliki semangat yang tak pernah padam.

Amsal 18
“Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?”

Jumat, 04 Juni 2010

WORDS OF LIFE

This photo was taken when I returned home from Singaraja, North Bali, went down the hillside road above the lake Buyan toward Pancasari. My heart was intrigued by a monkey who swiftly climbed up to the top of Joger unique sign. I did not know what he was "thinking" when he was looking at the sign that warned people not to throw away garbage carelessly.

Again, I learnt something from this monkey. It seemed that it was not quite powerful enough for the humans reminding people to protect the environment by not throwing garbage into the wrong place. We needed animals’ intervence. It seemed that the monkey was more concerned with this prohibition sign.


"IF YOU ARE NOT UNRESPECTED PEOPLE, DO NOT THROW AWAY YOUR RUBBISH UNEXPECTEDLY !"

The text above inspired me to dig up the deeper meaning.
I was startled. I found there were many things in our daily life could be more “smelly” and more “dangerous” than just garbage. They could be our words.

Some accidents were just caused by the wrong words that people said. Cursing and swearing might cause heartbreaking, anger and hopeless. So that, we should not speak carelessly and speak rubbish.

I could not believe the incident that happened several years ago. Nyoman, the young friend from Legian, suddenly came to me around 8 pm and asking for help.

I was taken to a pharmacy. When we arrived there, a mother and her daughter, the owner of the pharmacy, suddenly pointed at Nyoman and spoke out some bad words. Even accused Nyoman trying to be a hero. Then some impolite words directed to me.

"Why do you come here again ?" Cried out the mother.


I prayed in heart to ask God for wisdom to face the mother and her daughter's anger. I began my explanation after successfully interrupted. I said that I was Nyoman’s spiritual mentor. However, I have not finished yet with what I said, the mother, too, who claimed that she was a senior lecturer at one top faculty of famous university, blamed Nyoman as students who did not know her indeed.

"Look at them ! Those he wanted to protect ! They had been wrong ! "

I turned my head and found a young father sat down quietly on a bench, beside his wife holding her four- year-old daughter, who had fallen asleep. Nyoman has told me that the child had dropped a piece of metal apart from the broken scale when she was trying to step on. Pharmacy owner's daughter became angry and told her mother.

The father who knew his daughter was wrong, tried to apologize and wanted to replace the loss. He suggested that the scale should be sticked with a note mentioning it was broken. This made the mother so angry and assumed that he had insulted her dignity as a famous person. She asked for ID card and held it and she wanted to call the police. The incident occurred at 6 pm. So, for about two hours they were still there without being able to do anything. Apologies were not accepted.

I encouraged myself to represent them to apologize again. First, represented Nyoman who has been considered to be a hero for liberating the family. Secondly, for young families, who might have looked down the dignity of the pharmacy owners.

God helped. The owner did not stop grumbling when she handed back the ID card with harsh words. After receiving back the ID card, the family apologized again and then turned immediately leaving the pharmacy. The father thanked us with a painful tone. Then, we soon left the pharmacy, too.


Finally, I learnt that words of my mouth should be controlled wisely.


Ephesians 4:29 :
“ Do not use harmful words, but only helpful words, the kind that build up and provide what is needed, so that what you say will do good to those who hear you.”

Kamis, 03 Juni 2010

KATA-KATA KEHIDUPAN

Foto ini saya bidik ketika pulang dari Singaraja, Bali Utara, menuruni jalan tepi bukit di atas danau Buyan menuju Pancasari. Hati saya tergelitik oleh ulah seekor kera yang dengan sigap memanjat ke atas rambu unik Joger. Entah apa yang ia “pikirkan” tatkala memandang kepada tanda larangan membuang sampah sembarangan untuk orang sembarangan. Lagi-lagi saya belajar dari kera ini. Nampaknya tak cukup ampuh kalau manusia yang mengingatkan manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan tidak membuang sampah seenaknya ke tepi jalan, sampai-sampai binatang perlu campur tangan. Seakan-akan kera lebih peduli terhadap tanda larangan ini.

“KALAU ANDA BUKAN ORANG SEMBARANGAN, JANGANLAH BUANG-BUANG SAMPAH SEMBARANGAN !”

Teks Joger tersebut membuat saya jadi kembali berdiam diri dan merenung menelisik makna yang lebih dalam lagi.

Saya pun tersentak. Ternyata dalam keseharian ada hal yang kita “buang sembarangan” yang lebih berbau dan lebih berbahaya daripada sampah. Hal itu, tak lain adalah “berkata sembarangan” atau asal ngomong.


Banyak kejadian yang memilukan bermula dari salah ucap atau kadang memang disengaja, sehingga menyinggung perasaan orang di sampingnya dan berbuah kemarahan, dendam serta sakit hati.
Tidak semestinya kita berkata-kata sembarangan, apalagi marah atau mengutuk apabila kita merasa hakikat kita bukan orang sembarangan.

Saya tak habis pikir dengan suatu kejadian beberapa tahun yang silam. Nyoman, teman pemuda dari Legian tiba-tiba mendatangi saya sekitar pukul 8 malam dengan nada kesal dan meminta saya untuk menolongnya.

Saya pun dibawa ke sebuah apotik. Setiba di apotik, seorang ibu dan anak gadisnya, ternyata si empunya apotik, mencak-mencak dan menuding Nyoman sambil berkata-kata kasar. Bahkan mengumpat Nyoman sok pahlawan. Umpatan pun kemudian diarahkan kepada saya.

“Apa urusan saudara ke mari ?” teriak ibu itu ke arah saya.

Saya berdoa dalam hati supaya saya diberi ketenangan dan hikmat untuk menghadapi keganasan mulut sang ibu dan anak. Saya pun mulai menjelaskan setelah berhasil menyela. Saya katakan bahwa saya adalah pembimbing rohani pemuda Nyoman. Namun, belum selesai saya berkata, ibu itu pun, yang mengaku dirinya seorang dosen senior di sebuah fakultas universitas ternama, mengumpat kembali Nyoman sebagai mahasiswa yang tidak tahu diri.

“Lihat itu ! Itu mereka yang dia mau bela ! Mereka itu sudah salah !”

Saya menoleh ke samping belakang dan mendapatkan seorang bapak muda duduk di bangku tertunduk diam di samping istri yang memangku anak seumur empat tahun yang tertidur pulas. Nyoman mengatakan kepada saya, bahwa anak bapak itu telah menjatuhkan bagian timbangan badan yang telah rusak ketika mencoba menaikinya. Putri pemilik apotik menjadi marah dan melaporkan kepada ibunya.

Sang bapak yang tahu anaknya salah, mencoba meminta maaf dan mau mengganti kerugian sambil mengingatkan supaya timbangan rusak itu diberi tulisan peringatan. Hal ini kontan membuat ibu semakin marah dan menganggap bapak itu telah menghina harga dirinya sebagai orang ternama. Dia meminta KTP dan menahannya serta mau melaporkan mereka ke polisi. Kejadian tersebut terjadi pukul 6 petang. Jadi selama kurang lebih 2 jam mereka sudah diam di situ tanpa bisa berbuat apa-apa. Meminta maaf pun tidak diterima.

Saya memberanikan diri untuk meminta maaf. Pertama, untuk Nyoman yang telah dianggap mau jadi pahlawan untuk membebaskan keluarga tadi. Saya pikir, mungkin tadi Nyoman telah berkata-kata dengan emosi mau membebaskan mereka yang tertindas. Kedua, untuk keluarga muda itu, yang mungkin telah dianggap bersalah menjatuhkan bagian timbangan badan dan menjatuhkan harkat pemilik apotik.

Saya yakin Tuhan menolong. Walau saya tak henti-hentinya menerima kemarahan sang bunda, saya pun merasa lega ketika ibu itu mengeluarkan KTP yang ditahan dan menyerahkannya kembali dengan ucapan kasar. Kami pun memandang keluarga itu bangkit, meminta maaf kembali,
walau tidak ditanggapi, menerima KTP dan kemudian berbalik segera meninggalkan apotik. Sang bapak sempat berucap terima kasih kepada kami dengan nada pedih. Kami pun segera ikut menyusul diiringi teriak kemarahan sang putri pemilik apotik seakan-akan kemasukan roh kebencian.

Saya tak habis pikir, hanya karena “kata-kata” orang yang merasa sangat “bermartabat” malah dinilai sebaliknya. Semestinya orang yang bermartabat bukanlah "orang sembarangan yang membuang sampah sembarangan". Ternyata, berkata-kata memaafkan memang tidak mudah.

Efesus 4 : 29 :
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”