
Saya bersyukur kepada Tuhan hari ini karena kesempatan yang Dia berikan untuk berbicara di depan pemuda GKI di Renon dengan topik “ 1 – 2 – 3 Action ! “ Saya juga mesti berterima kasih kepada teman-teman serta pengunjung blog ini, termasuk untuk yang memberi komentar di Facebook dan pada waktu berjumpa di luar sana. Saya terdorong untuk meneruskan tema keempat “kehidupan” malam ini.
Tokek Kehidupan telah mengundang banyak komentar. Saya pun tidak akan melupakan kejadian tersebut. Teman saya Anita dari Melbourne, Australia, malah mengingatkan saya akan kemungkinan “kesalahan” tokek pada waktu hendak memangsa nyamuk yang ada di samping tawon. Dia menegaskan pastilah ada tantangan-tantangan di dalam mencapai tujuan.
Menyinggung hal kesalahan, saya teringat akan percakapan dengan anak-anak saya. Ketika mereka saya minta untuk menyampaikan keinginannya, tiba-tiba salah satu dari mereka hanya terdiam kesal dan tak mau mengungkapkannya karna toh tidak akan ada apa-apanya. Saya kemudian menjadi sadar kalau itu merupakan salah satu bentuk protes atas kesalahan saya selaku ayah yang mungkin hanya bisa memberi kata-kata harapan dan tidak bisa memenuhi kerinduan hatinya. Saya terpojok sesaat.
Dalam ketidakberdayaan selaku orangtua atas keinginan tersebut, sepertinya ada air mata menetes di pipi, saya merasa mendapat hikmat kata-kata dicurahkan dari langit. Saya pun memberanikan diri untuk mengatakan yang sejujurnya tanpa ingin membela diri.
Saya katakan kepada mereka bahwa saya pernah seperti mereka, kesal terutama kepada ayah sampai-sampai ibu saya mengingatkan saya bahwa kapan saya menjadi seperti mereka, menjadi orangtua maksudnya, saya baru akan mengerti. Saya ingat betul akan kejadian saya protes minta sepeda motor, mengingat kami lelaki berlima plus si cantik terkecil hanya punya satu sepeda motor tua dan itu pun berebutan memakainya. Saya, selaku anak keempat, dinasihati ayah untuk berhenti sekolah sma dan akan dikirim ke Ubud untuk bekerja supaya saya bisa beli sepeda motor. Ayah dan ibu tahu betul bakat seni gambar saya. Yang lebih saya ingat lagi, ayah bertanya kepada saya,”Apakah kamu mau ayahmu bekerja dari pagi sampai pagi ?”
Anak-anak saya terdiam. Saya meneruskan ucapan saya. Sekarang saya mengerti apa arti ucapan ibu saya. Saya katakan kepada mereka bahwa saya hanya memiliki dua pilihan.
Pertama, saya tidak bisa memilih. Saya tidak bisa memilih untuk tidak dilahirkan di keluarga pas-pasan, atau lahir dengan saudara banyak dan sebagainya.
Kedua saya bisa memilih. Saya bisa memilih makanan kesukaan yang hendak dibeli kalau punya uang, atau mengajak anak-anak dan istri jalan-jalan kalau mereka suka dan memungkinkan.
Jadi, semasih bisa memilih, sebisanya pilihlah yang terbaik ! Termasuk pilihan yang terbaik dari yang terjelek. Namun, apabila tidak ada pilihan, berhentilah menyalahkan, apalagi menyalahkan oranglain termasuk orangtua kita. Mengucap syukurlah karena mereka pastilah tidak punya pilihan dan sudah berupaya dengan usaha terbaik untuk kita.
Terakhir saya katakan kepada anak-anak saya,”Atas anugerah Tuhan, kakek dan nenekmu, serta banyak orang lain yang telah menolong, sudah membuatkan kami dua, tiga tangga bahkan lebih, sehingga kami bisa naik. Kemudian atas anugerah Tuhan, serta banyak orang lain yang telah menolong, kami meneruskannya beberapa anak tangga lagi sehingga kita berada pada tangga kehidupan seperti sekarang ini. Tugasmulah, apabila kami tak sanggup lagi, untuk meneruskan pilihanmu. Inilah tangga kehidupan sesungguhnya. Nats berikut benar adanya.
Ulangan 5 : 16
16 Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar